filsafat masalah

pernahkah anda menghadapi satu masalah yang sangat membingungkan? lalu, anda tidak tahu cara menyelesaikannya dan hanya duduk diam karenanya?

urusan seperti ini sudah acapkali saya alami. walaupun begitu, saya tidak terlalu larut pada soal ini. sehingga, keterjebakan pada “absurditas” yang sering menyertai situasi ini tidaklah mengganggu. alih-alih demikian, saya malah berpikir apakah mungkin jika masalah itu dapat diidentifikasi?

setelah hampir dua atau tiga tahun lamanya mencoba untuk memahami persoalan ini, pada akhirnya saya dapat menemukan titik terang. tidak terlalu istimewa sebenarnya, tetapi bagi saya hal tersebut cukup membantu untuk membuat satu “peta masalah”. saya pun memutuskan untuk menuliskan hal ini agar apa yang saya pikirkan mendapatkan masukan dari banyak pihak. berikut ini, pikiran-pikiran yang saya dapatkan untuk mengidentifikasi apa yang disebut masalah.

pertama, satu masalah dapat diidentifikasi sebagai sesuatu yang mirip dengan permainan layang-layang. masalah dengan bentuk seperti ini memiliki ciri “tarik ulur”. artinya, ketika orang berhadapan dengan masalah tersebut tidak akan mudah sebagaimana seseorang yang bermain layang-layang. ia harus tahu kapan “menarik tali” dan kapan “mengulur tali”. jika tali ini direlasikan dalam “masalah”, ia dapat saja berupa barang atau orang. kalau kita melihat tarik ulur dalam konteks bersikap, maka kita harus tahu kapan harus bersikap tegas dan kapan bersikap lunak. sehingga, cara untuk mengatasi masalah ini sangat terkait dengan keterjagaan kita atas sikap yang kita miliki.

selanjutnya, masalah yang kita hadapi dapat serupa dengan apa yang dihadapi dalam kegiatan memasak. ciri yang mengikuti masalah ini adalah “ketepatan” dalam penyelesaiannya. dalam memasak, apabila kita kurang memberi garam atau gula atau bahan-bahan lainnya yang sekiranya dibutuhkan, rasa masakan itu akan tidak enak atau malah terasa hambar. komposisi antara bahan pun harus proporsional. hatta, suatu masakan akan menjadi lebih pas dalam penyajiannya jika semuanya diberikan dengan tepat dalam hal bahannya, suhunya, waktunya, hingga wadahnya. alhasil, masalah ala memasak hanya dapat diselesaikan dengan ketepatan dalam penanganan semua faktor yang menyertainya.

lain masalah, lain penyelesaiannya. begitu juga dengan masalah dengan model ketiga ini. seibarat dengan jarum dalam tumpukan jerami, masalah dengan bentuk seperti ini akan memiliki ciri “kebertelisikan”. maksud dari kebertelisikan itu sendiri adalah kemampuan untuk melaksanakan pencarian yang seksama untuk hal-hal yang kecil. apabila kita tidak memiliki kemampuan yang dimaksud, maka kita tidak akan dapat menemukan jarum tersebut atau menyelesaikan masalahnya. selain kemampuan yang dimaksud, kunci dari penyelesaian masalah lainnya adalah sikap sabar.

masih sejalan dengan model jarum dalam tumpukan jerami, ada satu model masalah yang agak mirip namun beda cirinya. ini adalah masalah yang dapat dilihat sebagai benang kusut. dalam masalah ini, sikap sabar pun sangat dibutuhkan. namun, kebercirian penyelesaiannya terletak pada aspek “kebertelusuran”. artinya, orang yang ingin menyelesaikan masalah ini harus memiliki kemampuan meneliti jalur yang diperlukan agar awal mula kekusutan itu dapat diketahui.

terakhir, kita akan menghadapi masalah semodel labirin. dalam labirin, kita akan tersesat bila tidak mampu menemukan jalan keluar. masalah ini memiliki ciri “keberterawangan” dalam penyelesaiannya. ya, dalam usaha kita keluar dari labirin, hal yang perlu diusahakan adalah bersikap tenang dan berpikir dengan keras dalam mencari jalan yang paling mungkin. ini adalah bagaimana cara kita menerapkan terawang.

kelima model masalah ini secara spesifik merupakan pemodelan untuk masalah yang bersifat eksternal atau masalah yang berasal dari luar diri. untuk masalah yang bersifat internal, tentunya akan berbeda lagi pemodelannya. sebab, karakter diri sangat berbeda dengan karakter di luar diri. untuk masalah yang berkenaan dengan diri, orientasi pada diri ternyata dapat dijadikan dasar pemodelan masalahnya.

pada konteks ini, jika seseorang berorientasi hanya pada dirinya sendiri, maka masalah yang akan dihadapi akan serupa dengan masalah cermin. biasanya, pada kasus cermin, refleksitas atau “kebermantulan”-nya terfokus atas apa yang ada di hadapannya. pada objek yang berada di luar area refleksitas, hal ini tidak akan terjangkau atau tidak akan terwadahi. jika kita bertanya solusi apa yang dapat diusahakan untuk mengatasi soal tersebut, maka caranya adalah bagaimana memperluas area refleksitasnya ini sehingga “yang lain” akan masuk dalam jangkauan cermin itu.

sedangkan untuk orang yang lebih banyak berorientasi pada diri di luar dirinya, hal ini akan menimbulkan masalah seibarat bayangan. di sini tidak akan ada tema refleksitas, namun akan ada tema “penerangan” dan “pelepasan”. gambaran cara penyelesaiannya akan sangat sederhana seperti ketika sebuah objek yang ditempatkan di suatu lapangan dengan cahaya matahari tepat ada di atasnya. dalam gambaran ini, bayangan akan hilang dengan sendirinya jika didapatkan suatu penerangan yang pas pada tempatnya.

barangkali, hanya sedikit ini yang dapat saya tulis tentang soal seputar masalah. selebihnya, saya mungkin perlu membaca lebih jauh karya michel meyer tentang “problematology”. sehingga, apa yang saya coba tuliskan dapat diperluas pemahamannya.

Image by Gerd Altmann from Pixabay